22 Januari 2010

Jelajah Qurban Mandailing

Tim Qurban PKPU Sumut yang di gawangi oleh anggota PARMADINA tiba di desa Koto Baringin. Tampak M. Taufik Nst, SH dan Khuailid

Tim tiba di Desa Tanjung Medan dengan di sambut langsung oleh bapak Kepala Desa


Penyerahan Hewan Kurban kepada masyarakat desa Tanjung Medan yang diserahkan oleh M. Iqbal Dalimunthe mewakili PKPU dan diterima oleh Kepala Desa Tanjung Medan


Proses pemotongan dan pembersihan hewan qurban oleh masyarakat

Sebelum di masukkan ke dalam kantongan untuk dibagikan kepada masyarakat yang berhak, daging yang sudah dipotong-potong di bariskan dahulu untuk memudahkan penghitungannya.

Sebagian anggota PARMADINA yang merupakan bagian dari tim Jelajah Qurban Mandailing. Dari depan : Rahmat Lubis, Iqbal dan Khuailid.

Pada Rabu 26 Nopember yang lalu, penulis mendapat SMS dari seorang kawan penulis yaitu M. Taufik Nasution, SH yang juga ketua SDM PARMADINA. Dalam SMS tersebut, M. Taufik memastikan bahwa rencana untuk mengantar Qur’ban dari PKPU Sumatera Utara jadi dilaksanakan dan diserahkan kepada yang bersangkutan untuk mempersiapkan segala hal yang berhubungan dengan rencana tersebut dan membentuk tim yang akan berangkat ke Mandailing Natal seperti rencana PKPU. Sebenarnya rencana untuk mengantar qurban ini sudah lama di rencanakan, namun kepastiannya baru didapat penulis 2 hari sebelum Hari Raya Idul Adha.

Setelah berkumpul pada siang setelah shalat Zuhur di mesjid kampus UISU, penulis dengan 5 relawan PARMADINA lainnya yaitu Taufik, Iqbal, Rahmad, Hidayat dan seorang lagi penulis lupa namanya (manusia bersifat lupa) ditambah seorang sopir dari mobil yang dicarter berangkat menuju Madina (walapun telat hampir 2 jam kemudian). Dengan mobil Avanza yang baru keluar dari showroom, penulis dan rombongan pun melesat kencang. Diperjalanan, penulis mengalami mabuk perjalanan dan anehnya baru kali ini dirasakan penulis seperti itu. Ini semua bukan karena perut kosong karena tim ini sebelumnya sudah makan malam di Parapat setelah Magrib, tapi gara-gara makan kacang Sihobuk yang terkenal itu. Rupanya bagi yang mudah masuk angin dilarang makan kacang ini. Setelah berhenti beberpa kali karena istirahat, tim sampai di Mompang Julu ketika adzan Subuh.

Setelah melaksanakan shalat Subuh berjamaah, penulis diantar sampai ke depan rumah di Banjar Dolok dengan janji setelah shalat Idul Adha berkumpul kembali di rumah M. Taufik di Sipolu-polu untuk kemudian bergerak ke Muara Sipongi untuk mengantar qurban tersebut. Penulis yang sangat kelelahan gara-gara muntah-muntah diperjalanan segera tertidur setelah menyalami dan mengobrol sebentar dengan seluruh anggota keluarga. Sangking capeknya, sampai-sampai penulis ketinggalan shalat Idul Adha karena terbangun sudah hampir jam 9.

Penulis kemudian mendapat SMS bahwa jadwal ke berangkatan ke Muara Sipongi diundur karena ada anggota tim yang tidak bisa berangkat ke Muara Sipongi setelah shalat Idul Adha, jadwalnya pun diundur ke jam 10.30 WIB. Penulis sangat senang karena itu artinya tidak telat ke Panyabungan sebagai titik kumpul. Jam 10 penulis tiba di rumah M. Taufik sebagai ketua tim setelah sebelumnya hampir setengah jam menunggu angkot di depan gang Bunga Tanjung.

Tim berangkat dari Panyabungan sekitar pukul 11.10 WIB dan diperkirakan Jum’at akan sampai di Muara Sipongi. Sepanjang perjalanan, keadaan perkampungan, persawahan yang indah berikut pegunungan dan hutan-hutannya menjadi pemandangan. Alangkah indahnya alam Mandailing ini. Setelah bersilaturrahmi sejenak dengan keluarga Rahmat Lubis di Kotanopan, rombongan bergerak kembali ke Muara Sipongi dan sampai sekitar pukul 12.15 menjelang shalat Jum’at. Tim beristirahat di rumah salah seorang tokoh masyarakat di Desa Koto Baringin tersebut. Setelah beramah tamah dengan tokoh masyarakat dan masyarakat Koto Baringin sejenak diselingi bahasa Morsip yang ditelinga penulis sama sekali asing karena hampir tidak ada miripnya dengan bahasa Mandailing, tapi lebih dekat dengan bahasa Minang bahkan bahasa pesisir Painan, mobil pick up yang membawa hewan kurban tersebut sampai dari Panyabungan. Pemandangan yang indah dengan untaian perbukitan di sekitar desa tersebut juga menjadi pencuci mata yang sebelumnya mengantuk tidak karuan di mobil ketika diperjalanan.

Adzan menandakan tibanya waktu shalat Jum’at berkumandang dan tim segera bergegas ke mesjid yang letaknya di pinggiran sungai Batang Gadis (?). Masyarakat sekitar memanfaatkan sungai tersebut untuk segala keperluan seperti halnya warga di pinggir Ciliwung. Bedanya sungai di sini masih bersih. Kondisi mesjid yang memprihatinkan dari pandangan penulis menjadi tempat pelaksanaan shalat. Pada dinding dan langit-langit sekitar masjid sebagian “dicemari” sarang laba-laba dan debu. Tikar dan sajadah di mesjid ini pun merupakan tikar dan sajadah seadaanya. Padahal dengar-dengar banyak juga orang yang kaya dan sukses yang berasal dari kampung ini. Mungkin Allah belum membukakan hati sebagian dari mereka untuk memakmurkan mesjid.

Setelah shalat Jum’at, begitu naik tangga dari mesjid ke atas (jalan raya) yang sebagian sudah hampir rusak, serah terima seekor hewan kurban segera dilakukan oleh tim dengan masyarakat Koto Baringin. Tak lupa penulis yang mengambil beberapa dokumentasinya. Seekor lembu lagi akan dibawa ke desa Tanjung Medan yang terletak sekitar 2 km dari Koto Baringin, tapi masuk melalui jalan setapak yang sebagian besar tidak teraspal dan kalaupun teraspal, sudah rusak di sana-sini plus longsoran tanah dari perbukitan di pinggir jalan tersebut. Kata seorang anggota tim penghubung yang ikut dari Panyabungan, beberapa hari sebelumnya jalan ini mengalami longsor yang parah dan tidak bisa dilewati kendaraan bermotor. Padahal jalan ini tembus ke Sumatera Barat. Kenapa jalan ini kurang mendapat perhatian dari pihak terkait, mungkin kita hanya bisa bilang “Tanya Kenapa?”.

Sesampai di desa Tanjung Medan, setelah mengambil beberapa dokumentasi, tim segera menghubungi kepala desa yang bersangkutan. Memang sebelum kedatangan tim, hal ini sudah di sampaikan. Alangkah terkejutnya penulis ketika kepala desa Tanjung Medan mengatakan bahwa untuk tahun ini tidak ada yang berqurban di kampung itu dan mereka sangat bersyukur atas kedatangan tim PKPU ini.

Setelah serah terim hewan qurban dari tim ke penduduk desa Tanjung Medan yang diterima langsung oleh kepala desa, hewan tersebut segera di sembelih. Antusias masyarakat dalam bergotong-royong mulai dari menyambut tim penulis, memotong hewan kurban, sampai kepada pembagian hewan qurban patut mendapat acungan jempol. Ketika ada anggota tim yang akan membantu proses penyembelihan dan pemotongan, masyarakat melarang karena bagi mereka akan sangat tidak menghargai kami apabila membiarkan kami yang sudah membawa hewan qurban, masih harus bekerja dalam proses penyembelihan dan pemotongannya. Nantinya hal ini akan berbeda jauh dengan yang dialami tim kami ketika melakukan hal yang sama di desa Lubuk Kapundung, Siulang-aling.

Tim dipersilahkan beristirahat di rumah pak Kepala Desa dan dipersilahkan juga mengawasi proses penyembelihan dan pemotongan daging qurban. Sambutan dari masyarakat desa tersebut bagi penulis, sudah jarang di jumpai di Mandailing. Mereka berduyun-duyun untuk menyalami anggota tim sambil menyuguhkan makan dan minuman ala kadarnya.

Kondisi masyarakat Tanjung Medan memang memprihatinkan. Entah sudah keturunan atau bagaimana, supir kami yang berasal dari Medan terheran-heran melihat tinggi rata-rata masyarakat di desa tersebut yang relatif pendek dan hampir tidak ada yang tingginya melebihi 160 cm (?), baik laki-laki maupun perempuan. Kondisi anak-anak di sinipun seperti kurang mendapat gizi yang layak bagi anak yang dalam masa pertumbuhan. Akses Kesehatan minim dengan tidak adanya Posyandu di desa tersebut. Puskesmas hanya ada di Muara Sipongi.

Penulis yakin, keadaan ekonomilah yang menjadi penyebab utamanya di samping mungkin rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pola makan sehat. Masyarakat yang mempunyai penghasilan hanya dari menyadap karet, nira dan mengambil hasil hutan tentu masih berada di bawah garis kemiskinan walaupun di desa ini juga terdapat rumah yang dari ukurannya pasti dimiliki oleh orang yang sudah mampu. Ketika ditanya kepada salah seorang anggota masyarakat mengenai imunisasi dan penyuluhan kesehatan dari dinas terkait, hampir tidak pernah. Luar Biasa menyedihakannya. Topografi desa tersebut juga menyulitkan akses komunikasi dengan dunia luar melalui telepon seluler. Sinyal HP sangat sulit diterima oleh handphone karena terhalang oleh perbukitan yang mengelilingi tidak hanya desa tersebut, tapi hampir sebagian besar wilayah kecamatan Muara Sipongi memang memiliki topografi yang bergunung-gunung.

Tim meninggalkan desa Tanjung Medan setelah pembagian daging hewan qurban dengan membawa kesan yang mendalam. Ternyata pembangunan Madina yang Madani yang gaungnya terdengar dimana-mana masih kurang dirasakan oleh mereka yang ada di pelosok, di gunung-gunung maupun di daerah terpencil lainnya.

1 komentar:

andrianhabibi mengatakan...

suatu hal yang baik dan bagus..rekontruksi jiwa dengan persamaan hak yang adil..terkaang revolusi jiwa juga bisa dinikmati dengan kontribusi di jalan Allah SWT

Posting Komentar